Warisan' Negatif Generasi Bangsa



CIANJUR- Kebiasaan buruk yang bahkan sudah menjadi warisan dan adat di kalangan pelajar tingkat SMA nampaknya sulit untuk terbendung. Seolah de javu dan terus terulang, ragam kegiatan dan perilaku ini terus terjadi. Untuk itu, perlu langkah konkrit diiringi ketegasan agar citra buruk ini tidak terjadi lagi dan tidak merugikan banyak pihak.

Kriminolog Cianjur, Kuswandi memaparkan, aksi negatif pasca UN menjadi warisan buruk. Pasalnya, bebrapa tindak negatif memang sudah dilakukan para senior terdahulu. Anehnya, junior-junior di tahun berikutnya pun seolah-olah latah dan mengulang tindakan negatif pasca UN.

Ragam perilaku negatif yang dilakukan pelajar setelah menunaikan Ujian Nasional yang paling sering terjadi yaitu tawuran. Berkaca pada ragam peristiwa beberapa tahun ke belakang, tawuran kerap kali memakan korban jiwa setiap tahun. Bahkan, di awal 2016 saja, aksi tawuran saja sudah memakan satu korban jiwa.

Untuk itu, terkait ragam aktifitas negatif pasca UN, perlu adanya tindakan antisipasi dari segenap pihak. Namun, ia pun menyoroti kinerja dan langkah kepolisian untuk. "Aparat kepolisian memang perlu melakukan tindakan preventif. Saya rasa, apabila berindak setelah ada kejadian maka cost-nya (harga atau dampak) akan lebih besar," ujar Akademisi Fakultas Hukum (FH) Suryakencana (Surken)Cianjur ini.

Baginya, tawuran dan corat-coret seragam memiliki hubungan yang berkaitan. Tak sedikit siswa yang akan melakukan corat-coret seragam sebelum melakukan tawuran. Namun, baginya, siswa saat ini lebih pintar. Artinya, tak sedikit siswa yang enggan melakukan corat-coret sebelum tawuran.

"Ada kemungkinan keberadaan mereka saat corat-coret tidak dilakukan di depan umum karena menuai perhatian publik. jadi, mereka lebih memilih untuk langsung tawuran saja atau sekedar berkeliling atau melakukan konvoi," papar Wakil Dekan Dua FH Unsur ini.

Padahal, konvoi atau berkeliling dengan cara menghentikan kendaraan akan memicu tindak tawuran. Dampaknya pun tak hanya memakan korban jiwa namun juga merusak sejumlah fasilitas umum. "Kegiatan apa pun yang mengganggu keamanan dan ketertiban umum dapat dijerat hukum," ujarnya kepada Radar Cianjur.

Di lain sisi, mengingat anak merupakan sosok yang belum dewasa, maka pelajar tak bisa dikenakan pidana. Dilematis, menurutnya, sebenarnya perlu ada efek jera yang tegas apabila siswa melakukan tawuran. Namun, di samping itu, penerapan ketegasan hukum dinilai kurang efektif untuk membentuk generasi bangsa yang lebih baik.

Mengingat, emosi dan kedewasaan yang belum matang, maka tak menutup kemungkinan saat di dalam penjara siswa akan menjadi lebih buruk. "Kalau dimasukkan penjara tidak menjamin kehidupannya menjadi lebih baik. Karena di sana, siswa akan bersinggungan langsung dengan para pelaku kejahatan di berbagai jenis dan tindakan negatif lainnya," ungkapnya prihatin.

Serba salah, lanjutnya, apabila tidak dilakukan efek jera maka siswa yang lain akan berpikir sebaliknya. "Nanti kalau tidak dipenjara dan melihat temannya bebas, maka siswa yang lain akan melakukan tawuran juga ujung-ujungnya," katanya menggelengkan kepala.

Untuk itu, ia mengimbau, pasca UN sebaiknya siswa melakukan tindakan yang positif seperti liburan bersama keluarga atau melakukan ragam kegiatan keagamaan. Liburan yang salah arah dinilai dapat merusak moral, yang terparah akan terjadi tindak kriminalitas lainnya. "Berlibur sebenranya boleh-boleh saja tapi jangan sampai berlibur yang arahnya negatif," saran Kuswandi.

Sebagai contoh, berlibur bersama-sama ke villa kadang akan membuat siswa melakukan ragam tindakan negatif. Yang disayangkan, siswa akan hura-hura mengisi waktu liburannya dengan minum-minum bahkan melakukan tindakan asusila sesama pelajar. Melihat banyaknya tindak negatif pelajar pasca UN, Kuswandi mengutarakan, perlu langkah dan kerjasama yang konkrit.

Artinya, tak hanya pihak kepolisian saja yang wajib melakukan antisipasi dan tindakan melainkan dari instansi pendidikan hingga peran serta orangtua dan para tokoh agama. "Memang perlu kerjasama yang sinergis. Apabila jalan sendiri-sendiri, saya rasa warisan mata rantai ini akan terus berlangsung satu, lima hingga puluhan tahun ke depan," tutupnya. (yaz)       








Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top