DAS Cipanas-Cisarua Menyempit


PACET-Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipanas dan Cisarua dipersempit salah seorang pemilik vila di Kampung Jeprah. Kebijakan tersebut menuai protes masyarakat di kedua desa yakni Desa Cibodas dan Desa Sindanglaya.
Tokoh Masyarakat Kampung Sengked Desa Cibodas H.C Witoelar mengaku, DAS Cipanas dan DAS Sengked mengalami penyempitan akan berdampak terhadap lingkungan.
"Lebar sungai Cipanas semula 8 meter kini menjadi 4,5 meter, begitupun dengan Sungai Lebak Cisarua semula lebar 5 meter kini tersisa kisaran 2 meter-3 meter. Prilaku mereka itu meresahkan, karena bisa berdampak bencana alam terutama saat hujan deras air meluap pemukiman warga serta pondok pesantren pun banjir," keluhnya.
Warga pun sudah menyampaikan keberatannya ke pemerintah Kabupaten Cianjur diharapkan segera ada tindak lanjutnya.
"Kami sudah tak mengizinkan penyempitan sungai itu, jadi mana mungkin punya izin proyek itu dari pemerintah. Sehingga bisa disebut proyek ilegal, karena sungai itu milik negara tak bisa sembarangan ditutup seperti itu," tegasnya.
Tak hanya itu, ratusan warga pun mengecam dengan pembuatan tembok batas wilayah dengan pemukiman setinggi 3,5 meter. Padahal pembuatan tembok sepanjang sekitar 200 meter ini tak pernah ada ijin warg
a sekitar.
"Kami tak pernah izinkan proyek yang dilakukan oleh oknum pengusaha itu, karena kami khawatir berdampak buruk lingkungan. Dulu saja jembatan Sengked putus akibat air deras DAS Cipanas, masa kejadian serupa harus terulang lagi. Makanya saya mendesak ada ketegasan sikap Pemkab untuk sidak dan menghentikannya," tegasnya.
Irfan (21) salah seorang santri di Ponpes Sindanglaya mengaku dirinya sangat menyayangkan karena mereka dengan seenaknya membentengi dan melakukan penyempitan sungai. Padahal seharusnya bisa di musyawarahkan, jadi sangat disayangkan secara sepihak mereka menutup sebagian sungai.
"Saat hujan deras akibat penyempitan lahan oleh pemelik vila 88 itu, air bah meluap ke Pesantren dan rumah penduduk. Kami desak berhentikan proyek itu jika pemerintah pro rakyat," tututnya.
Sekretaris Umum Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Tata Ruang Cianjur Utara  Ade Kosasih menuturkan, akan meminta kejelasan izin sah mereka. Namun yang jelas warga saja belum izinkan proyek itu jadi mana mungkin ada izin dari Pemprov Jabar keluar.
"Semua berawal dari masyarakat jadi diharapkan pengusaha itu mutlak harus bersinergi jangan sampai akses negatif yang terjadi," tegasnya.
Menurutnya, indikasi di lapangan sudah nyata terjadi penyempitan sungai, jadi jika terbukti ijin tak ditempuh segera pemerintah menghentikan proyek ilegal itu.
"Izin dari PSDAP Provinsi jelas harus dimilikinya. Apalagi penyempitan sungainya sudah parah. Kami desak agar dikaji ulang oleh pemerintah. Jangan malah menunggu adanya reaksi masyarakat," tegasnya.
Salah seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya mengaku hanya disuruh oleh majikannya saja. Dirinya baru bekerja selama kurang lebih 1 minggu.
"Saya baru satu minggu bekerja membuat jembatan dan bronjong di sepadan sungai. Kalau masalah izin saya tak tahu," ujarnya.
Saat akan ditemui pemelik vila tersebut tak ada di lokasi.(fhn)


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top