Welcome Era Baru Uang Elektronik

Oleh: Dodi Junaedi
WELCOME, kata itu yang penulis sematkan untuk menyambut kedatangan era baru sistem transaksi elektonik di Indonesia tercinta ini. Ya, seiring perubahan dan kemajuan zaman, kini negeri yang dikenal sebagai negara agraris ini bisa sedikit menghemat anggaran biaya pengelolaan uang rupiah sebagai alat transaksi yang tembus di angka Rp 3 triliun setiap tahunnya.

Jika zaman dulu dikenal istilah barter atau tukar menukar barang dalam bertransaksi, kemudian masyarakat mulai mengenal uang fisik kertas dan logam (kartal) lalu sekarang muncul uang elektronik, yang digadang-gadang sebagai alat transaksi era modern.

Belakangan ini, mungkin sebagian masyarakat Indonesia sudah tidak asing dengan gencarnya iklan dan pemberitaan di berbagai media, baik cetak, online, elektronik maupun media luar ruang, tentang penggunaan kartu e-Toll sebagai alat pembayaran di jalan tol.

Ya, e-Toll itu satu dari sekian banyak uang elektronik yang sudah hadir. Selain itu, masih banyak prodak lain terutama yang dikeluarkan pihak perbankan, seperti e-money yang dikeluarkan Bank Mandiri, kemudian ada BRI dengan BRIZZI-nya,  BNI dengan TapCash-nya, Bank BTN dengan Blink-nya, dan BCA dengan kartu Flazz-nya. Selain yang disebutkan tadi, masih banyak prodak lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, dan kedepan mungkin makin banyak lagi bank yang akan mengeluarkan produk uang elektroniknya.

Selain dunia perbankan, ada juga uang elektronik yang dikeluarkan oleh provider seperti t-cash yang dikeluarkan Telkomsel, dompetku dari Indosat, ada delima yang merupakan prodak dari Telkom, dan masih banyak prodak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Serta masih ada perusahan lain yang sudah memanfaatkan kemajuan tekhnologi, seperti ojek online, ataupun situs jual beli tokopedia,  dan masih banyak lagi yang lainnya.

Untuk e-Toll sendiri rencananya, pertanggal 31 Oktober 2017 nanti pemerintah akan menerapkan pola pembayaran di seluruh ruas jalan tol di Indonesia dengan menggunakan uang elektronik (electronic money) dan tidak lagi melayani uang tunai, seperti yang dikatakan Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Barat Wiwiek Sisto Widayat, saat acara gathering dan pelatihan wartawan ekonomi di Garut, tanggal 20-21 Oktober 2017.

Terlepas dari pro kontra yang muncul akibat kebijakan tersebut, merujuk pada definisi dari Bank Indonesia, uang elektronik atau e-money adalah uang yang disetorkan terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit dan disimpan secara elektronik dalam media server atau chip. Pemegang uang elektronik ini akan mendapatkan sebuah kartu, chips atau rekening virtual yang bisa digunakan untuk transaksi.

Uang elektronik ini beda dengan kartu ATM, kartu kredit atau pun kartu debit yang sudah sejak dulu digunakan. Jika ketiga kartu itu terintegrasi dengan rekening bank, namun penggunaan uang elektronik hanya mencakup transaksi intern produk atau dengan pihak ketiga yang sudah kerja sama dengan penerbit e-money. Jadi dengan kata lain uang elektronik yang ada dalam kartu bukan merupakan simpanan, dan tidak dijamin serta  tidak memperoleh bunga.

Saat ini, sudah banyak pula tempat-tempat yang melayani transaksi menggunakan uang elektronik. Antara lain toko-toko retail seperti Indomaret, Alfamart, Eleven, dan lainnya. Selain itu, di bidang transportasi, ada Commuter Line, Jasamarga, Trans Jakarta, dan lainnya. Ada juga di bidang tagihan utilitas seperti PLN, Palyja, Telkom serta bidang belanja online seperti traveloka.com, tokopedia, dan sebainya.

Jika kita amati secara seksama kebijakan pemerintah tentang penggunaan transaksi non tunai sangat positif, dan harus didukung semua pihak, terutama seluruh masyarakat Indonesia. Sebab menggunakan uang elektronik itu lebih praktis. Jadi tidak  perlu membawa banyak  uang tunai. Selain itu, akses lebih luas sehingga meningkatkan akses masyarakat ke dalam sistem pembayaran.

Manfaat lainnya yakni membantu usaha pencegahan dan identifikasi kejahatan kriminal lantaran lebih transparan dalam transaksi. Selain itu, juga efisiensi terhadap rupiah, lantaran menekan  biaya pengelolaan  uang  rupiah dan  cash  handling, dan memiliki manfaat meningkatkan sirkulasi uang dalam perekonomian (velocity of  money), serta transaksi tercatat secara  lebih lengkap sehingga perencanaan lebih akurat.

Terkait penggunaan uang elektronik dalam transaksi ritel, Indonesia memang masih tertinggal dari negara-negara tetangga. Mayoritas masyarakat di Indonesia masih gemar menggunakan uang tunai untuk transaksi. Di Singapura, transaksi menggunakan tunai tinggal 55,5 persen lagi, sementara di Malaysia sekitar 92,3 persen. Sedangkan di Thailand sekitar 97,2 persen, adapun di Indonesia itu mencapai 99,4 persen. 

Ini tantangan besar untuk Indonesia terlebih, negara terbesar dan penduduk terpadat di ASEAN ini menargetkan 25 persen menggunaan transaksi non tunai pada tahun 2024 mendatang, seperti yang disampaikan Kepala Tim Sistem Pembayaran Nontunai Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Barat Hermawan Novianto, saat Pelatihan Wartawan Ekonomi KPw BI Jabar, di Garut, Jumat 20 Oktober 2017.

Tentu saja penggunaan uang elektronik ini akan memberikan perubahan dan manfaat besar kepada masyarakat dan negara. Selain yang penulis sampaikan di atas tentang manfaat penggunaan uang elektronik, ada manfaat lain yang selama ini selalu terjadi pada transaksi tunai. Yakni menghemat anggaran sebesar Rp 3 triliun setiap tahunnya yang meliputi perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan dan penarikan, dan pemusnahan oleh BI. Selain itu, penyediaan uang kembalian bisa diminimalisir, mengingat Jasa Marga saja membutuhkan uang kembalian Rp 2 miliar per hari, selain itu juga antrian dalam transaksi tunai bisa dicegah.

Dengan tulisan yang sangat sederhana dan singkat ini, penulis ingin mengajak kepada semua pihak untuk sama-sama mendorong suksesnya program pemerintah dan BI terkait transaksi non tunai melalui Gerakan Nasional Non Tunai (GNTT) yakni sebuah gerakan nasional mendorong masyarakat menggunakan sistem pembayaran dan instrumen pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi pembayaran.

Untuk suksesnya program tersebut, pihak Bank Indonesia pun sudah membuat aturan Gerbang Pembayaran Nasional atau National Payment Gateway (NPG) bulan Juli 2017 lalu. Dengan adanya NPG, maka tarik tunai dan transfer antar bank bisa lebih murah.(**)


Penulis adalah Redaktur Pelaksana Harian Pagi Radar Cianjur



2 komentar:


Top