Teror dan Korupsi


Dengan terjadinya aksi bom di Jakarta minggu lalu, paling tidak menjadikan kita semakin sadar dan paham, ternyata masih ada pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang ingin mengekspresikan dirinya dengan cara-cara yang semacam itu. Cara-cara yang diyakini sebagai bagian dari perjuangan atau sebagai bentuk ketidaksetujuannya terhadap sistem yang berlaku, atau ada tujuan-tujuan lain yang tidak dapat kita terjemahkan. Tentu saja, aksi bom itu membahayakan bagi orang-orang yang ada di sekitarnya dan menjadi ancaman untuk keamanan suatu negara. Namun, bisa juga aksi bom itu menjadi peringatan bagi kita semua. Terutama kepada pemimpin dan penyelenggara negara. Peringatan, agar negara harus terus meningkatkan sistem keamanannya. Menegakkan supremasi hukum. Menunjukkan kepada masyarakat, bahwa pemimpin benar-benar taat hukum. Minyak dan api, seperti kekecewaan dengan perlawanan, adalah erat hubungannya. Dimana pemimpin sudah tidak memperlihatkan keteladanannya, dalam penegakan hukum terjadi tebang pilih dan kondisi ekonomi yang tidak juga membaik, maka akan melahirkan “percikan-percikan api” di tengah masyarakat. Keluhan dan kekecewaan itu, tak terobati. “Percikan-percikan api” tersebut akhirnya ada yang mengkoordinir dan ada yang mendanai, sehingga menjadi kekuatan yang lebih besar. Bukan hanya di dalam negeri, tapi juga sampai ke beberapa negara. Aksi bom seperti itu, sudah terjadi ke sekian kalinya dalam rentang waktu tertentu. Pengejaran terhadap kelompok-kelompok yang dianggap mengganggu keamanan negara terus dilakukan. Kelompok-kelompok baru terus bermunculan. Ada pengamat yang mengatakan, bahwa yang harus kita tangani dan atasi, bukan hanya pelakunya, tapi juga ideologi yang mereka yakini. Ideologi yang dianggap bertentangan dengan ideologi negara, sebaiknya dihadapi dengan pendekatan-pendekatan yang persuasif dan edukatif. Kenapa banyak ideologi-ideologi baru bermunculan? Mungkin itu adalah dampak dari proses pengembangan pola pikir dari setiap warga negara. Sehingga lahir paham-paham yang tujuannya dapat membawa perubahan. Paham-paham yang dianggap berseberangan, tidak dapat menembus wilayah kekuasaan dan tidak masuk ke dalam undang-undang. Untuk mengamandemen undang-undang saja, diperlukan proses yang panjang. Kuncinya ada di tangan anggota dewan dan partai politiknya. Suara-suara yang benar-benar bertujuan ingin membawa perubahan sekalipun, apabila tidak dekat dengan pimpinan parpol dan anggota dewannya, akan sulit untuk mengusulkan revisi undang-undang. Apalagi dengan kelompok-kelompok yang jelas-jelas menentang pemerintah yang sedang berkuasa. Mereka dianggap akan mengacaukan negara. Aksi bom di Jakarta yang lalu itu, membuat kita terus mawas diri dan introspeksi.
Di tengah ramainya berita aksi bom, kita disuguhi dengan aksi korupsi anggota DPR RI Komisi V, Damayanti Wisnu Putranti, yang tertangkap tangan oleh KPK. Ditambah lagi dengan terjadinya perang mulut antara wakil ketua DPR, Fahri Hamzah dan penyidik KPK, yang masuk melakukan pemeriksaan ke ruang DPR dengan membawa senjata laras panjang. Anggota DPR, memang bukan teroris, tapi penyidik KPK membawa senjata itu, sudah mendapat ijin dan perintah yang resmi. Korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR, tidak ada hentinya. Mestinya, yang tanpa henti itu adalah kerja-kerja nyata yang sudah mereka buktikan dan dapat dirasakan oleh rakyat. Selain kerja nyata, pola hidup dan kesederhanaan anggota DPR sudah menjadi tuntutan. Sikap empati mereka terhadap kondisi rakyat yang rata-rata hidup dengan tingkat ekonomi lemah, sangat dibutuhkan. Anggota DPR itu adalah orang yang terhormat yang telah mendapat kepercayaan dari rakyat. Mereka adalah orang yang terpilih sebagai wakil rakyat yang akan memperjuangkan kepentingan rakyat dan tentu sangat ironis jika mereka terpilih dengan cara-cara yang melanggar hukum. Jika anggota DPR itu melakukan tindak korupsi, kepentingan siapa yang mereka perjuangkan? Apakah rakyat mempercayai mereka hanya untuk melakukan korupsi? Toh hasil korupsi yang mereka lakukan tidak dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR itu, semakin menegaskan kita bahwa orang-orang yang kita percayai makin tidak amanah. Kita mengharapkan kepada pimpinan parpol untuk menindak tegas anggota partainya, yang sudah mengkhianati kepercayaan rakyat.
Teror bom mungkin dapat menimbulkan rasa cemas dan kuatir terhadap masyarakat. Hukuman kepada teroris selama ini, sudah benar-benar tegas dan luar biasa. Bahkan sampai hukuman mati. Kelompok yang dianggap teroris dan masih aktif, terus dikejar. Tindakan tegas terhadap kasus teroris, identik dengan yang dilakukan terhadap kasus narkoba. Sedangkan aksi korupsi yang jelas-jelas telah menyengsarakan rakyat, terkesan belum ditindak dengan tegas. Toleransi hukum kepada tersangka korupsi, masih tinggi. Vonis terhadap para pelaku, relatif masih ringan. Akibatnya, hukuman yang telah diterima oleh para koruptor sekarang ini, tidak membawa efek jera bagi yang lainnya, bahkan terus memunculkan koruptor-koruptor baru. Koruptor yang sudah tertangkap maupun yang masih berkeliaran. Korupsi telah menjadi “bom” bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat itu dirampas oleh segelintir orang.
Sebagai salah satu contoh pemimpin masa kini yang anti korupsi dan dapat memberikan pembelajaran bagi kita, adalah Kanselir Jerman, Angela Merkel. Merkel dikenal sebagai sosok yang sederhana. Ia menolak untuk tinggal di rumah dinasnya dan lebih memilih tinggal di rumahnya sendiri yang sederhana. Kesederhanaannya tampak dari caranya berpakaian. Orang nomor satu di Jerman itu, tidak malu menggunakan pakaian yang sama selama 18 tahun! Biasanya, pemimpin dunia atau seperti halnya selebriti, menghindari menggunakan pakaian yang sama lebih dari sekali. Sebelum menjadi kanselir Merkel sudah menjadi menteri di kabinet kanselir sebelumnya Helmut Kohl. Sebagai  tokoh dunia, gaya berpakaian kerap menjadi sorotan media. Namun Merkel selama ini dikenal cuek. Bahkan dia menolak menggunakan anggaran negara untuk membeli pakaian. Merkel lebih mengutamakan anggaran negara digunakan untuk pembangunan Jerman.
Jadi, mana yang lebih berbahaya dan menakutkan, aksi  bom teroris atau aksi “bom” tersangka korupsi...??




Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top