CIANJUR - Pembangunan tugu di Cianjur kembali jadi buah bibir masyarakat. Kali ini yang jadi sasaran tugu mangkok bubur ayam yang terdapat di pertigaan Kecamatan Pacet.
Sama dengan tugu lainnya yang dibangun pemerintah Cianjur, tugu mangkok bubur ayam jadi perbincangan di media sosail yang dinilai tidak memiliki filosofi dan melanggar estetika.
Budayawan Cianjur Eko Wiwit Estetika terkait pembangunan tugu di Cianjur, selama ini tidak pernah mendasar atau berdasar alias asal jadi dengan judul tugu, tanpa memikirkan filosofi dan nilai sejarah dari tugu tersebut.
"Apa makna dari mangkuk bubur ayam yang dijadikan tugu dipertigan Jalan Raya Pacet itu, apakah ada sejarah yang mendalam dari mangkuk bubur tersebut, sehingga terbentuknya Kota Cianjur. Saya berharap di tempat kelahiran saya di Cianjur, tepatnya Kawasan Puncak-Cipanas, Cianjur. Ada monumen atau tugu, dengan sosok atau objek dalam dua hal pokok tentang sejarah atau ketokohan yang menjadi legenda," ujar Eko.
Menurut Eko sosok Dalem Cikundul yang digambarkan dengan cerita "Kuda Kosong" maka kuda sebagai identitas, legenda Cianjur yang berkaitan dengan Cikundul dan Gunung Gede atau sosok Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, yang banyak kisah hidup di Cipanas.
Bahkan tambah dia, fakta ada tempat khusus peninggalan Soekarno di Istana Cipanas (Gedung Bekas Belanda) dan Tugu Taruna Giri di Ciloto-Puncak serta banyak cerita tempat singgah sang Proklamator di Cianjur.
"Kenapa tidak flora dan fauna yang ada di Kawasan Puncak Cianjur yang identik dengan kawasan hijau dan hutan belantara bisa dijadikan simbol dalam membuat monumen atau tugu di Kawasan Cipanas," katanya.
Hal senada terucap dari berbagai tokoh muda di Cianjur, mereka berharap pembangunan tugu atau monumen harus berdasarkan estetika dan kajian mendalam tidak asal bangun karena mengunakan dana terlepas dana APBD atau hadiah.
"Sepertinya Cianjur sedang demam membuat tugu, tapi tidak masalah kalau memang jelas tujuan dan bentuknya. Alangkah baiknya tugu tersebut yang berkaitan dengan tempatnya berdiri karena di Pacet kenapa tidak sayuran atau bunga," kata Ival Taufik pelaku seni Cianjur.
Salah satu Karatuan Majelis Adat (MA) Gagang Cikundul, Susane F mengatakan, harus mengetahui secara detail apa fungsinya, ada beberapa jenis tugu, dan tugu berfungsi sebagai tanda kekhasan suatu daerah. Jadi harus dipahami, sekarang bubur ayam asal usulnya darimana. Nyangkut ke Cianjur darimana, mangkuknya darimana.
"Ya, mungkin menilai berdasarkan sejarah Tionghoa memang berkembang di Cianjur," kata dia.
Masih menurut Susane, mengenai sejarah mangkuk ayam itu pas zaman Dinasti Ming. Jadi sepertinya Tugu tersebut ingin mengarah kesana, asal usul keberadaan Tionghoa di Cianjur. Artinya bisa saja pendapatnya akan menjadi kontroversi.
"Karena bubur ayam atau mangkuk ayam merah ini adalah asal usulnya dari Tionghoa, dalam sejarah memang membantu secara ekonomi di Cianjur pada tahun 1.800, Makanya ada Toko Shianghai, Wisma Karya dan lainnya, itu semua bukti China berkembang di Cianjur. Zamannya Aria Wiratanu VI," ujar, Susane.
Sementara itu, Budayawan Cianjur Abah Ruskawan menilai, setiap pembangunan di daerah itu bukan untuk pemerintah tapi untuk rakyat.
"Sudah banyak pembangunan tugu yang menuai protes. Harusnya itu dijadikan peringatan. Pemerintah juga harsnya nanya dulu ke masyarakat," ujarnya.
Abah menyarankan kepada pemerintah untuk melakukan kajian akademis terlebih dahulu sebelum melakukan pembangunan.
"Apa pun pembangunannya itu harus melakukan kajian akademis serta visibility harus jelas," tegas Abah.
(mat)
Tidak ada komentar: