10 Ribu Santri Turun ke Jalan Tolak FDS

SEMANGAT: Ribuan santri di Kabupaten Cianjur dengan penuh semangat mengikuti aksi bela diniyah.

CIANJUR–Ribuan santri dan ulama di Cianjur gelar longmarch dan istigosah sebagai bentuk aksi bela sekolah diniyah dan pondok pesantren se Kabupaten Cianjur.
Mereka menolak tegas Permendikbud tentang full day school yang akan diterapkan pada pendidikan formal.

Dalam aksi yang dimulai sekitar pukul 08.00 WIB itu, ribuan santri yang juga siswa diniyah berkumpul dan mulai berjalan dari Kantor Kemenag Cianjur hingga halaman Parkir Citi Mall Cianjur.

Antusias para santri serta siswa diniyah pun bersemngat sambil teriakan yel-yel tolak aksi full day school oleh peserta aksi tersebut.

Ketua panitia aksi, sekaligus Ketua Komisioner Komite Cianjur Agamis, Abdul Wahid Alqudsi mengatakan, aksi ini diikuti lebih dari 10 ribu masa se Kabupaten Cianjur. Mulai dari wilayah ujung Cianjur yakni dari wilayah Kecamatan Cidaun Cianjur, Sindangbarang, Naringgul, serta wilayah lainnya di Kabupaten Cianjur yang mengikuti aksi sekarang ini.

“Para peserta aksi mulai malam hari sudah berkumpul, karena mereka dalam satu visi, yakni menolak pemberlakuan secara paksa program full day school di sekolah-sekolah negri yang sudah dicanangkan oleh menteri pendiidkan dan kebudayaan,” ujarnya.

Dengan tergelarnya aksi tersebut, pihaknya berharap kegiatan full day school tidak jadi diterapkan.
“Kami mengharapkan adanya sinergi kerjasama, agar guru-guru yang ada di dinas, guru PAI atau guru PNS serta yang lainnya yang ada di sekolah-sekolah formal, untuk sinergi bekerjasama dengan pendidikan diniyah," ujarnya.

Menurut ustad muda ini, solusi untuk full day school yaitu, sekolah tetap dimulai dari pagi, tetap normal seperti biasanya dan pulang pukul 12.30, dan dilanjutkan jam selanjutnya atau pukul 2.00 nya masuk diniyah, dan itu anggap saja sebagai full day school, atau jam lanjutan dari jam sekolah, sorenya pun demikian.

"Jadi guru-guru siangnya bisa mengajar di diniyah atau SD nya menjadi diniyah, menjadi taman pendidikan Alquran, atau ikut mengabsen di pesantren, jadi ada sinergis kerjasama baik sesama guru di sekolah formal maupun sekolah non formal,” jelasnya.

Menurutnya, jika program full day school ini tetap dipaksakan, merupakan suatu ancaman, maka menurutnya diniyah dan pesntren akan bubar.
Wahid menegaskan, dirinya beserta masa tidak menolak dalam hal pendidikan, namun mengharap semua tahu bahwa siang hari ada madrsah diniyah dan pendidikan Alquran, begitupun sore hari ada pesantren.

"Sehingga kalau anak-anak di sekolah-sekolah negri, baik itu SD, SMP, SMA, MI, MTs dan MA , jika dipaksa harus full day sampai sore, maka kemungkinan diniyah akan bubar, begitupun dimungkinan pesantren juga bakal banyak yang berkurang santrinya bahkan mungkin ada yang bubar,” tegasnya.

Dijelaskannya, usia diniyah di Cianjur sudah mencapai ratusan tahun, dimana jumlah diniyah di Cianjur berjumlah 2.670, sedangkan pesantren berjumlah 1.247. Sehingga kalau dipaksakan khususnya di Cianjur ini, jelas akan mengancam.

“Kebutuan khusus di Cianjur sendiri sudah ada perda nomor 18 tahun 2015, dimana perda tersebut melindungi diniyah. Sehingga aksi ini pun selaras dengan perda itu. kami tidak mengancam, hanya kami mengharapkan kerjasama penyelenggra formal dengan non formal, jika anak-anak hanya belajar terus, ngajinya kapan?.  Karena mereka pun perlu ngaji, perlu refresh, jadi pada intinya tuntutan kita, sekali lagi tolong perhatikan diniyah,” pintanya.

Sementara itu, salah satu guru diniyah As-Syifa, Herlinda (39) mengakui, pihaknya sangat tidak menyetujui adanya program full day school. “Jelas saya sangat menolak dan tidak setuju adanya program full day school, karena jika full day school diteraapkan, maka waktu anak-anak untuk belajar mengaji atau menunut agama tidak ada, sehingga akan melemahkan generasi penerus dalam segi pengethauan agama,” ujarnya.

Senada diucapkan guru diniyah lainnya, Muslim (43) salah satu guru diniyah Torikul Huda mengakui tidak setuju adanya program full day school. “Dengan adanya program full day school otomatis kegiatan diniyah akan lebih sempit, sehingga waktu untuk menuntut agama akan tergerus, dengan begitu anak-anak pun akan berkurang dalam pembelajaran agamanya. Maka dari itu kami sangat meolak keras adanya program full day school,” pungkasnya.(ndk)




Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top