Neng Eem: Kasus Kursin, Pemerintah Tebang Pilih

Anggota DPR RI, Neng Eem Marhamah
JAKARTA - Sebanyak 116 televisi berukuran 14 dan 17 inchi karya Kursin (42) yang belum berizin lengkap dimusnahkan Kejaksaan Negeri Karanganyar, Jawa Tengah.
Kusrin seorang pria lulusan SD warga Dusun Wonosari RT 02/03 Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar, dinyatakan bersalah telah merakit dan mengedarkan televisi tanpa label SNI. Kusrin yang menjalani persidangan tanpa kuasa hukum di Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar ini didakwa telah melanggar Pasal 120 (1) jo Pasal 53 (1) huruf b UU RI No. 3/2014 tentang Perindustrian dan Permendagri No. 17/M-IND/PER/2012 tentang Perubahan Permendagri No. 84/M-IND/PER/8/2010 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia terhadap tiga industri elektronika secara wajib.
Kusrin pun divonis enam bulan kurungan dengan masa percobaan selama 1 tahun dan denda Rp 2,5 juta.
Menyikapi hal ini Anggota DPR RI, Neng Eem Marhamah merasa kecewanya. Ia menilai keputusan itu mencederai rasa keadilan. Mengingat belum lama ini pihak pengadilan Negeri Sumsel memutus bebas PT. BHM selaku tersangka pembakaran lahan.
"Penegakan hukum tidak boleh tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Analogi ini cocok untuk kasus yang menimpa Kusrin sebagai produsen televisi yang dianggap illegal oleh Pemerintah sehingga harus dipidanakan dan dihancurkan bisnis mikronya, " ujar Neng Eem dalam pernyataan persnya.
Sementara itu, para pembakar hutan yang notabene adalah perusahaan besar dengan sumberdaya manusia berpendidikan tinggi dan modal yang kuat mampu melepaskan diri dari jeratan hukum meski bukti-bukti kejahatan dari proses produksinya sudah sangat nyata.
"Ini jadi pekerjaan rumah bagi para penyelenggara lembaga yudikatif di negara ini untuk membuktikan bahwa semua warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan" tambah Neng Eem.
Ia juga menilai, Kementrian Perindustrian dan Kementrian Perdagangan dapat dianggap lalai dalam melakukan sosialisasi atas regulasi yang dikeluarkan oleh kedua kementrian itu. Pemerintah harus senantiasa bijak dalam menerapkan regulasi yang telah dikeluarkannya. “Semua elemen masyarakat yang ingin dilindungi dan diatur dengan penerbitan aturan-aturan itu harus mendapatkan haknya sesuai prosedur yang telah ditetapkan dalam regulasi. Dalam kasus Kusrin, Pemerintah, telah lalai dalam melaksakan proses sosialisasi dan pembinaan terkait Standarisasi Industri,” tegasnya.
Neng Eem meminta pihak Pemerintah tidak boleh tebang pilih dalam menerapkan aturan. Kasus Kusrin ini bertolak belakang dengan kasus Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang akhir Oktober tahun lalu sempat dikabarkan geram akibat isu razia produk impor tak ber-SNI di dua pasar di Jakarta, Asemka dan Glodok. Akibat isu tersebut dikabarkan sejumlah toko sempat tutup sementara dan perekonomian pun terganggu. Padahal pada saat yang bersamaan, masyarakatpun diresahkan dengan beredarnya produk mainan impor asal Cina yang membahayakan konsumen. Kusrin tidak hanya harus menutup tokonya secara permanen dan kemungkinkan besar tidak dapat bekerja lagi karena pihak Kejaksaan telah menyita semua alat produksinya, tapi juga harus mendekam di penjara selama enam bulan dan denda sebesar Rp 2,5 juta.

"Menilik dari perbedaan respon yang ditunjukkan pihak Kementrian Perdagangan dalam kedua kasus ini, maka sikap netralitas dan empati pihak Kementrian Perdagangan perlu dipertanyakan. Jika pada importer besar yang sudah jelas-jelas sebagian produk yang diedarkannya meresahkan masyarakat, Menteri Perdagangan sempat geram hanya karena isu razia, lantas mengapa untuk kasus Kusrin yang dampak buruknya belum jelas terlihat ditambah lagi dengan belum tersentuh sosialisasi dan pembinaan, pihak Pemerintah bisa bertindak sangat tegas" tutup Neng Eem dalam siaran persnya.(*/jun)


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top